Rotator Cuff Injury: Peran Terapi Regeneratif

Rotator Cuff Injury: Peran Terapi Regeneratif

Cedera rotator cuff atau sekelompok empat tendon dan otot yang berfungsi menstabilkan bahu, cukup sering terjadi. Penyebabnya bisa karena penggunaan berlebihan (overuse), trauma, ataupun proses degenerasi seiring bertambahnya usia.

Operasi perbaikan tendon memang menjadi pilihan terapi utama, namun tantangannya adalah angka robekan ulang (re-tear) yang masih cukup tinggi, terutama bila ukuran sobekan besar atau kualitas jaringan sudah menurun.

Di sinilah terapi regeneratif mulai dilirik. Pendekatan ini melibatkan berbagai metode, seperti PRP (Platelet-Rich Plasma), stem cell (MSC), secretome, hingga penggunaan scaffold atau faktor pertumbuhan. Tujuannya bukan hanya mempercepat penyembuhan, tetapi juga menghasilkan jaringan yang lebih kuat dan berfungsi optimal.

Konsep yang disebut Regenerative Engineering bahkan lebih komprehensif. Pendekatan ini menggabungkan sel (misalnya MSC), biomaterial (scaffold), faktor bioaktif, serta stimulus mekanik. Harapannya, tendon yang menempel kembali ke tulang bisa sembuh dengan struktur yang menyerupai kondisi asli, bukan hanya berupa jaringan parut yang rentan cedera ulang.

Indikasi ortopedi/olahraga

Terapi regeneratif pada cedera rotator cuff bisa dipertimbangkan dalam beberapa kondisi berikut:

  • Tendinopati atau robekan parsial yang belum membutuhkan operasi. Target utamanya adalah mengurangi nyeri, memperbaiki fungsi bahu, serta membantu memperbaiki biologi jaringan tendon (misalnya pembentukan sel tendon/tenogenesis dan matriks ekstraseluler). Opsi yang sering dibahas dalam konteks ini adalah PRP dan terapi berbasis MSC atau secretome, meski hasil antar-studi klinis masih bervariasi.

  • Setelah operasi robekan penuh (full-thickness tear). Pada kasus ini, terapi regeneratif diberikan sebagai tambahan (adjuvan) untuk meningkatkan kualitas penyembuhan tendon ke tulang (enthesis). Secara alami, area ini cenderung sembuh dengan membentuk jaringan parut kolagen tipe III, yang lebih lemah dibanding struktur aslinya.

Catatan penting: Bahkan dengan teknik operasi modern, angka robekan ulang (re-tear) setelah perbaikan rotator cuff masih cukup tinggi, berkisar antara 20% hingga lebih dari 70%, tergantung ukuran sobekan. Karena itu, optimasi biologis lewat terapi regeneratif dan program rehabilitasi yang baik tetap menjadi bagian penting dalam perawatan.

Baca artikel lainnya: Secretome untuk Regenerasi dan Penyembuhan Tulang

Prosedur & protokol: dari tindakan sampai rehab

  1. Pilihan Terapi Biologis yang Umum

  • PRP (Platelet-Rich Plasma)
    PRP mengandung konsentrasi tinggi trombosit yang kaya akan faktor pertumbuhan (misalnya TGF-β, PDGF, FGF). Zat-zat ini berfungsi menstimulasi sel tendon agar lebih aktif memperbaiki diri dan membentuk kolagen baru. Ada berbagai formulasi PRP (P-PRP, L-PRP, PRF), dan perbedaan komposisinya bisa memengaruhi respons klinis pasien.

  • MSC/Secretome
    Terapi berbasis sel punca (MSC) atau secretome bekerja lewat mekanisme parakrin, termasuk melalui extracellular vesicles (EV) atau eksosom. Efeknya antara lain menekan peradangan, memperbaiki susunan kolagen, dan mendukung penyembuhan area perlekatan tendon ke tulang (enthesis). Data pra-klinis sangat menjanjikan, dan bukti klinis terus berkembang.

  • Scaffold & Growth Factor
    Beberapa faktor pertumbuhan seperti bFGF, PDGF, atau BMP-12/13 pernah diteliti untuk mendukung regenerasi tendon. Namun, efeknya sangat bergantung pada dosis, waktu pemberian, serta cara penghantaran. Karena itu, desain produk dan prosedur jadi penentu keberhasilan.

2. Teknik Tindakan (Gambaran Umum Klinik)

  • Injeksi biologis (PRP, secretome, MSC) dilakukan ke area tendon yang cedera atau sekitar enthesis. Penggunaan panduan USG membuat prosedur lebih akurat dan aman.

Augmentasi intraoperatif. Pada operasi perbaikan rotator cuff, bahan biologis bisa ditambahkan sebagai adjuvan untuk menciptakan lingkungan penyembuhan yang lebih baik antara tendon dan tulang.

3. Rehabilitasi: Kunci Keberhasilan

Tendon sangat sensitif terhadap beban. Karena itu, rehabilitasi harus seimbang, yang dimana tidak boleh terlalu lama diimobilisasi, tetapi juga tidak boleh diberi beban berlebihan.

Studi klinis acak (randomized controlled trials) menunjukkan bahwa hasil penyembuhan tendon relatif sama antara protokol mobilisasi dini maupun tertunda. Bedanya, pasien yang menjalani mobilisasi lebih awal biasanya mendapat keuntungan jangka pendek berupa rentang gerak yang lebih baik, meski perbedaan ini cenderung hilang setelah satu tahun.

Baca artikel lainnya: Terapi Secretome untuk Memperlambat Degradasi Tulang Rawan pada Osteoarthritis

Keamanan & regulasi

Dalam terapi regeneratif, faktor keamanan dan regulasi menjadi sangat penting. Perlu memahami tentang variasi produk dan proses dari terapi generatifnya, contohnya jenis PRP yang digunakan, konsentrasi sel atau faktor bioaktif, hingga cara aktivasi, yang dapat menimbulkan perbedaan hasil. 

Karena itu, standarisasi prosedur, kontrol mutu, serta fasilitas yang memenuhi standar pencegahan infeksi sangat dibutuhkan. Selain itu, setiap kejadian yang tidak diinginkan juga wajib terdokumentasi dengan baik.

Dari sisi harapan, pasien perlu memiliki ekspektasi yang realistis. Banyak terapi biologis yang terlihat menjanjikan, namun sebagian hasilnya masih bervariasi dan belum konsisten. Uji klinis yang lebih besar dan jangka panjang masih diperlukan untuk benar-benar memastikan manfaatnya.

Hasil penelitian & studi klinis terbaru

Beberapa temuan terkini mengenai efektifitas terapi regeneratif, antara lain:

1. Foti (2024)

Dalam kajiannya, Foti menyoroti peran terapi regeneratif, khususnya Platelet-Rich Plasma (PRP), pada kasus cedera rotator cuff. PRP berasal dari darah pasien sendiri yang diolah hingga kaya akan trombosit, lalu disuntikkan kembali ke jaringan yang rusak. 

Terapi ini diyakini mampu mempercepat proses penyembuhan dengan merangsang perbaikan jaringan tendon melalui faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh trombosit.

Sejumlah penelitian yang dibahas Foti menunjukkan bahwa PRP dapat membantu mengurangi nyeri, memperbaiki fungsi bahu, bahkan memperbaiki struktur jaringan tendon dalam jangka pendek. Menariknya, beberapa studi memperlihatkan PRP lebih unggul dibanding suntikan kortikosteroid, terutama dalam hal perbaikan fungsi jangka panjang.

Namun, Foti juga menekankan adanya perbedaan hasil antar penelitian. Hal ini banyak dipengaruhi oleh cara PRP diproses, jenis PRP yang digunakan (misalnya kaya leukosit atau tidak), serta kombinasi dengan terapi lain seperti fisioterapi. Variasi tersebut membuat bukti ilmiah tentang efektivitas PRP belum seragam.

Kaitannya dengan cedera rotator cuff, PRP kini dianggap sebagai salah satu pilihan terapi regeneratif yang relatif aman, mudah diaplikasikan, dan berpotensi membantu pasien pulih lebih cepat. Meski begitu, penelitian lebih lanjut dengan standar metode yang seragam masih sangat diperlukan agar manfaat PRP bisa dibuktikan secara lebih kuat dan konsisten.

Baca artikel lainnya: Terapi Stem Cell untuk Skoliosis dan Kelainan Tulang Belakang

2. Condron (2021)

Condron (2021) menekankan bahwa cedera rotator cuff merupakan masalah ortopedi yang cukup umum dan sering menyebabkan nyeri serta disabilitas. Pendekatan terapi konvensional seperti fisioterapi, obat antiinflamasi, dan suntikan kortikosteroid sering kali hanya memberi manfaat sementara, bahkan berisiko memperburuk kualitas tendon bila digunakan berulang. Oleh karena itu, terapi regeneratif mulai dilirik sebagai alternatif maupun pelengkap.

Dalam konteks rotator cuff injury, terapi regeneratif yang paling banyak diteliti adalah platelet-rich plasma (PRP), mesenchymal stromal cells (MSCs), dan prolotherapy. PRP bekerja melalui pelepasan faktor pertumbuhan yang mendukung perbaikan jaringan, meskipun hasil penelitian masih beragam. 

MSCs memiliki potensi lebih besar karena dapat berdiferensiasi menjadi sel tendon dan mengeluarkan faktor bioaktif seperti TGF-β dan VEGF yang mempercepat penyembuhan. 

Beberapa studi bahkan menunjukkan MSCs mampu menurunkan angka retear setelah operasi perbaikan rotator cuff. Sementara itu, prolotherapy dengan dextrose terbukti dapat mengurangi nyeri, tetapi efeknya tidak selalu konsisten jika dibandingkan dengan kortikosteroid.

Secara keseluruhan, Condron menyimpulkan bahwa terapi regeneratif menawarkan prospek menjanjikan dalam memperbaiki fungsi, mengurangi nyeri, dan menurunkan angka kekambuhan cedera rotator cuff, baik melalui pendekatan nonoperatif maupun sebagai tambahan dalam operasi. Namun, bukti ilmiah saat ini masih terbatas dan bervariasi, sehingga diperlukan uji klinis berskala besar untuk mengonfirmasi efektivitas serta menyusun protokol standar.

Baca artikel lainnya: Secretome vs PRP, Mana yang Lebih Ampuh untuk Kecantikan?

Terapi regeneratif seperti PRP, MSC/secretome, maupun scaffold, bisa menjadi pilihan tambahan untuk membantu mengurangi nyeri dan memperbaiki fungsi bahu pada cedera rotator cuff. 

Hasilnya memang menjanjikan, terutama bila digabung dengan program rehabilitasi yang terarah, meski perlu diingat bahwa respons tiap orang bisa berbeda, tergantung ukuran robekan, kondisi jaringan, dan cara terapi dijalankan.

Secara umum, terapi ini paling bermanfaat pada kasus tendinopati atau robekan parsial yang belum perlu operasi, serta pada pasien pasca-operasi sebagai pendukung proses pemulihan.

Agar lebih realistis, pasien sebaiknya berdiskusi dengan dokter mengenai target yang ingin dicapai, jumlah sesi terapi, serta jadwal rehabilitasi. Karena prosedur dan produknya masih terus dikembangkan, dokter mungkin akan menyarankan pendekatan bertahap, misalnya memulai dengan PRP lebih dulu sebelum beralih ke metode lain bila dibutuhkan.

Dengan pendekatan terapi regeneratif yang ditawarkan Regenic, pemulihan cedera rotator cuff kini tidak hanya berfokus pada meredakan nyeri, tetapi juga mendukung perbaikan jaringan secara alami dan berkelanjutan.

Untuk itu, jika Anda masih punya pertanyaan lebih lanjut tentang terapi Secretome Regenic maupun perkembangan terkini dunia riset Stem Cell Indonesia untuk produk kecantikan, silakan hubungi tim ahli kami di Regenic.


Referensi:

  • Ahmad, Z., Henson, F., Wardale, J., Noorani, A., Tytherleigh-Strong, G., & Rushton, N. (2013). Review Article: Regenerative Techniques for Repair of Rotator Cuff Tears. Journal of Orthopaedic Surgery, 21(2), 226–231. https://doi.org/10.1177/230949901302100223 

  • Condron, N. B., Kester, B. S., Tokish, J. M., Zumstein, M. A., Gobezie, R., Scheibel, M., & Cole, B. J. (2021). Nonoperative and Operative Soft-Tissue, Cartilage, and Bony Regeneration and Orthopaedic Biologics of the Shoulder: An Orthoregeneration Network (ON) Foundation Review. Arthroscopy: The Journal of Arthroscopic & Related Surgery, 37(10), 3200–3218. https://doi.org/10.1016/j.arthro.2021.06.033 

  • Cuff, D. J., & Santoni, B. G. (2016). Rehabilitation Strategies After Rotator Cuff Repair: How to Optimize Outcomes. Techniques in Shoulder & Elbow Surgery, 17(4), 149–152. https://doi.org/10.1097/BTE.0000000000000105 

  • Foti, C., Vellucci, C., & Santoro, A. (2024). Regenerative Medicine Solutions for Rotator Cuff Injuries in Athletes: Indications and Outcomes. Sports Medicine and Arthroscopy Review, 32(1), 46–50. https://doi.org/10.1097/JSA.0000000000000399 

  • Hsu, J. E., Horneff, J. G., & Gee, A. O. (2016). Immobilization After Rotator Cuff Repair. Orthopedic Clinics of North America, 47(1), 169–177. https://doi.org/10.1016/j.ocl.2015.08.017 

  • Kibler, W. Ben, & Sciascia, A. (2016). Rehabilitation Following Rotator Cuff Repair. In Shoulder Surgery Rehabilitation (pp. 165–182). Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-319-24856-1_4 

  • Kjær, B. H., Magnusson, S. P., Warming, S., Henriksen, M., Krogsgaard, M. R., & Juul-Kristensen, B. (2018). Progressive early passive and active exercise therapy after surgical rotator cuff repair – study protocol for a randomized controlled trial (the CUT-N-MOVE trial). Trials, 19(1), 470. https://doi.org/10.1186/s13063-018-2839-5 

  • Narayanan, G., Nair, L. S., & Laurencin, C. T. (2018). Regenerative Engineering of the Rotator Cuff of the Shoulder. ACS Biomaterials Science & Engineering, 4(3), 751–786. https://doi.org/10.1021/acsbiomaterials.7b00631 

Wang, X., Zhang, Z., Cheng, B., Xu, Y., & Zi, S. (2025). Global research hotspots of stem cell therapy for rotator cuff injuries: A bibliometric and visualized analysis. Journal of Orthopaedics, 64

, 199–209. https://doi.org/10.1016/j.jor.2025.05.010

Recommendation For You

article

Peran Secretome dalam Pemulihan Peradangan Akibat Trichomoniasis

Umum14 Oct 2025

Trichomoniasis adalah salah satu infeksi menular seksual (IMS) yang cukup umum, disebabkan oleh parasit mikroskopis bernama Trichomonas vaginalis. Banyak penderitanya tidak mengalami gejala apa pun, tapi pada sebagian wanita, infeksi ini bisa menimbulkan keputihan berbau tidak sedap, rasa gatal, nyeri saat buang air kecil, atau ketidaknyamanan saat berhubungan intim.

article

Terapi Stem Cell untuk Mengatasi Masalah Libido Rendah

Penyakit Dalam14 Oct 2025

Libido rendah merupakan masalah kesehatan yang sering kali tidak dibicarakan, padahal berdampak signifikan terhadap kualitas hidup, kepercayaan diri, dan keharmonisan hubungan. Pada pria, penurunan libido sering dikaitkan dengan rendahnya kadar testosteron, stres kronis, hingga gangguan pembuluh darah. Sementara itu, pada perempuan, gangguan hormon, menopause dini, atau masalah psikologis seperti depresi juga bisa menjadi pemicu utama.

article

Terapi Stem Cell untuk Menurunkan Risiko Ablasio Plasenta

Umum14 Oct 2025

Ablasio plasenta adalah kondisi yang serius dalam kehamilan dimana plasenta, yang merupakan organ penting yang menyalurkan oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin, luruh sebagian atau seluruhnya dari dinding rahim sebelum waktunya. Kondisi ini dapat sangat berbahaya, karena bila suplai oksigen dan nutrisi pada janin terganggu, maka dapat terjadi perdarahan hebat pada ibu hingga risiko kematian pada janin.