Bagaimana Dokter Menentukan Kelayakan Pasien Terapi Regeneratif

Bagaimana Dokter Menentukan Kelayakan Pasien Terapi Regeneratif

Terapi regeneratif adalah pendekatan medis yang memanfaatkan kemampuan alami tubuh untuk memperbaiki atau mengganti jaringan yang rusak. Metode ini bisa melibatkan penggunaan stem cell, secretome, biologics, hingga rekayasa jaringan. Bagi banyak orang, terapi ini menjadi harapan baru, terutama bagi mereka yang mengalami penyakit degeneratif, cedera kronis, atau kondisi yang sulit ditangani dengan pengobatan biasa.

Namun, tidak semua orang otomatis bisa menjalani terapi regeneratif. Dokter harus menilai terlebih dahulu apakah pasien benar-benar layak mendapatkan terapi ini. Penilaian biasanya mencakup kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh, indikasi medis, perbandingan antara risiko dan manfaat, serta pertimbangan etika dan aturan medis yang berlaku.

Ruang Lingkup Topik: Indikasi & Prioritas Klinis

Dokter biasanya merekomendasikan terapi regeneratif untuk pasien dengan kondisi tertentu, misalnya:

  • Masalah muskuloskeletal seperti cedera ligamen, osteoartritis, kerusakan bantalan tulang belakang (diskus), atau gangguan pada tulang rawan.

  • Penyakit kardiovaskular, misalnya gagal jantung kronis, kerusakan otot jantung, hingga gangguan pada pembuluh darah.

  • Kelainan degeneratif lainnya, termasuk penyakit saraf, autoimun, atau kerusakan organ vital akibat proses degeneratif.

Namun, tidak semua pasien bisa langsung diprioritaskan untuk terapi ini. Biasanya, dokter akan mendahulukan pasien yang:

  • Sudah kehabisan pilihan pengobatan konvensional.

  • Masih memiliki fungsi organ yang bisa diselamatkan atau dipertahankan.

  • Mampu menjalani protokol terapi dan program rehabilitasi setelah tindakan.

Baca artikel lainnya: Mengapa Produksi Stem Cell Harus Sesuai Regulasi GMP

Protokol & Pelaksanaan: Tahapan Tindakan dan Monitoring

1. Penilaian Awal (Clinical Assessment)

Sebelum menjalani terapi regeneratif, dokter akan melakukan pemeriksaan menyeluruh. Ini mencakup pemeriksaan fisik lengkap, riwayat penyakit, serta tes penunjang untuk melihat kondisi jaringan yang menjadi target terapi. Selain itu, kesiapan pasien juga dinilai, termasuk status gizi, kontrol terhadap penyakit penyerta (seperti diabetes atau hipertensi), hingga kebiasaan gaya hidup.

2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Tidak semua pasien bisa menjalani terapi regeneratif. Ada kriteria yang menentukan siapa yang bisa atau tidak bisa melanjutkan ke tahap terapi:

  • Kriteria inklusi: pasien dengan penyakit degeneratif kronis yang tidak membaik dengan pengobatan standar, dan tidak ada gangguan berat pada organ vital.

  • Kriteria eksklusi: pasien dengan riwayat kanker aktif, risiko tinggi terbentuknya tumor, infeksi sistemik, gangguan pembekuan darah, atau penyakit penyerta yang berat.

3. Prosedur dan Monitoring

Terapi dilakukan dengan protokol klinis berbasis bukti yang sesuai standar internasional (misalnya FDA, EMA, dan ISO). Setelah tindakan selesai, pasien tidak langsung dilepas begitu saja. Dokter akan memantau perkembangan secara berkala melalui pemeriksaan fisik, tes pencitraan (seperti MRI atau USG), dan biomarker jaringan untuk memastikan terapi berjalan sesuai harapan.

Keamanan & Batasan: Efek Samping, Kontraindikasi, dan Regulasi

Meski terapi regeneratif menawarkan banyak harapan, dokter tetap harus mempertimbangkan risiko yang bisa muncul.

  • Efek samping ringan yang mungkin terjadi antara lain peradangan di area tindakan, rasa nyeri setelah prosedur, atau reaksi imun ringan.

  • Risiko serius memang jarang, tapi bisa muncul pada kondisi tertentu. Misalnya, penggunaan stem cell langsung ke otot jantung (intramiokardial) pada sebagian kasus dilaporkan dapat memicu gangguan irama jantung (aritmia ventrikel).

Selain itu, ada aspek regulasi dan etika yang sangat ketat:

  • Semua produk terapi regeneratif harus lulus standar keamanan, potensi, dan efektivitas sebelum bisa digunakan.

  • Uji klinis awal juga wajib diawasi secara ketat agar pasien tidak menghadapi risiko yang lebih besar daripada manfaatnya.

Baca artikel lainnya: Pentingnya Proses CPOB dalam Produksi Stem Cell Klinis

Hasil Penelitian dan Studi Klinis Terbaru

Beberapa temuan terkini mengenai penentuan kelayakan pasien terapi regeneratif, antara lain:

1. Studi Charnoff (2023)

Charnoff (2023) menyoroti bahwa penentuan kelayakan pasien untuk menjalani terapi regeneratif bukanlah proses yang sederhana. Dari sudut pandang dokter, kelayakan pasien sering kali dipertimbangkan berdasarkan kondisi klinis, riwayat kesehatan, serta potensi manfaat dibanding risiko yang mungkin timbul. 

Meski beberapa produk berbasis stem cell, seperti bone marrow concentrate (BMC) atau bone marrow aspirate (BMA), telah banyak digunakan, Charnoff menekankan bahwa bukti ilmiah yang benar-benar kuat tentang efektivitasnya masih terbatas. Banyak terapi ini dipromosikan sebagai solusi untuk mempercepat pemulihan jaringan, meredakan nyeri, atau memperbaiki fungsi sendi, namun belum ada data klinis jangka panjang yang konsisten mendukung klaim tersebut.

Dengan kata lain, penelitian ini menegaskan bahwa peran dokter sangat penting dalam menentukan siapa yang layak menjalani terapi regeneratif. Dokter tidak hanya menilai kondisi medis pasien, tetapi juga perlu mempertimbangkan aspek keamanan, regulasi, dan kesiapan pasien untuk menanggung biaya. Karena pada akhirnya, keputusan harus selalu berpijak pada keseimbangan antara harapan, bukti ilmiah, dan realitas klinis.

2. Studi Madeddu (2021)

Madeddu (2021) menjelaskan bahwa menentukan siapa yang layak menjalani terapi regeneratif tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Proses ini biasanya mengikuti kriteria yang ketat berdasarkan uji klinis, mulai dari jenis penyakit, tingkat keparahan, hingga riwayat terapi medis yang sudah dijalani pasien sebelumnya. 

Misalnya, dalam penelitian pada pasien dengan penyakit jantung, hanya mereka yang memiliki fungsi jantung menurun (ditandai dengan rendahnya left ventricular ejection fraction) yang dipertimbangkan untuk terapi berbasis stem cell.

Selain itu, faktor keamanan juga sangat diperhatikan. Meski terapi menggunakan mesenchymal stem cells (MSC) atau sel progenitor vaskular terbukti dapat membantu memperbaiki fungsi jantung, peneliti tetap mewanti-wanti potensi risiko seperti aritmia atau gangguan irama jantung. Oleh karena itu, dokter harus benar-benar menilai keseimbangan antara manfaat dan risikonya.

Temuan ini menegaskan bahwa kelayakan pasien bukan hanya soal ada atau tidaknya penyakit, tetapi juga mencakup kesiapan tubuh untuk menerima terapi, potensi efek samping, serta keberhasilan terapi sebelumnya. Dengan kata lain, peran dokter dalam menilai kelayakan pasien menjadi sangat krusial agar terapi regeneratif dapat memberikan manfaat optimal dan tetap aman bagi pasien.

Baca artikel lainnya: Bagaimana Mengetahui Klinik Terapi Stem Cell yang Aman dan Legal?

Menentukan apakah seseorang layak menjalani terapi regeneratif bukan hanya soal melihat kondisi medisnya saja. Proses ini juga mencakup seleksi pasien yang ketat sesuai kriteria tertentu, analisis menyeluruh mengenai risiko dan manfaat yang didasarkan pada bukti ilmiah, serta kepatuhan terhadap regulasi internasional dan standar keamanan. 

Selain itu, rehabilitasi dan pemantauan jangka panjang perlu diintegrasikan agar hasil terapi benar-benar optimal. Dengan pendekatan yang menyeluruh ini, terapi regeneratif dapat memberikan manfaat maksimal bagi pasien sekaligus meminimalkan potensi risiko yang mungkin terjadi.

Regenic percaya bahwa terapi regeneratif hanya akan berhasil jika diberikan pada pasien yang tepat, melalui penilaian medis yang hati-hati dan profesional. Jika Anda masih memiliki pertanyaan seputar terapi Secretome Regenic maupun perkembangan terkini dunia riset Stem Cell Indonesia, silakan hubungi tim ahli kami di Regenic.

Referensi:

  • Charnoff, J., Rothman, R., Andres Bergos, J., Rodeo, S., Casey, E., & Cheng, J. (2023). Variability in Patient-Incurred Costs and Protocols of Regenerative Medicine Procedures for Musculoskeletal Conditions in the United States. HSS Journal®: The Musculoskeletal Journal of Hospital for Special Surgery, 19(1), 77–84. https://doi.org/10.1177/15563316221105880 

  • de Jongh, D., Massey, E. K., Cronin, A. J., Schermer, M. H. N., & Bunnik, E. M. (2022). Early-Phase Clinical Trials of Bio-Artificial Organ Technology: A Systematic Review of Ethical Issues. Transplant International, 35. https://doi.org/10.3389/ti.2022.10751 

  • Grigor, E. J. M., Fergusson, D., Kekre, N., Montroy, J., Atkins, H., Seftel, M. D., Daugaard, M., Presseau, J., Thavorn, K., Hutton, B., Holt, R. A., & Lalu, M. M. (2019). Risks and Benefits of Chimeric Antigen Receptor T-Cell (CAR-T) Therapy in Cancer: A Systematic Review and Meta-Analysis. Transfusion Medicine Reviews, 33(2), 98–110. https://doi.org/10.1016/j.tmrv.2019.01.005 

  • Madeddu, P. (2021). Cell therapy for the treatment of heart disease: Renovation work on the broken heart is still in progress. Free Radical Biology and Medicine, 164, 206–222. https://doi.org/10.1016/j.freeradbiomed.2020.12.444 

  • Menasché, P. (2009). Stem Cell Therapy for Heart Failure. Circulation, 119(20), 2735–2740. https://doi.org/10.1161/CIRCULATIONAHA.108.812693 

  • Navani, A., Manchikanti, L., Albers, S. L., Latchaw, R. E., Sanapati, J., Kaye, A. D., Atluri, S., Jordan, S., Gupta, A., Cedeno, D., Vallejo, A., Fellows, B., Knezevic, N. N., Pappolla, M., Diwan, S., Trescot, A. M., Soin, A., Kaye, A. M., Aydin, S. M., … Hirsch, J. A. (2019). Responsible, safe, and effective use of biologics in the management of low back pain: American society of interventional pain physicians (ASIPP) guidelines. Pain Physician, 22(1S), S1–S74. https://www.scopus.com/inward/record.uri?eid=2-s2.0-85061038325&partnerID=40&md5=5428594347f91f8a964ca663f8895831 

  • Rose, L. F., Wolf, E. J., Brindle, T., Cernich, A., Dean, W. K., Dearth, C. L., Grimm, M., Kusiak, A., Nitkin, R., Potter, K., Randolph, B. J., Wang, F., & Yamaguchi, D. (2018). The convergence of regenerative medicine and rehabilitation: federal perspectives. Npj Regenerative Medicine, 3(1), 19. https://doi.org/10.1038/s41536-018-0056-1 

  • Sawarkar, S., & Bapat, A. (2022). Global Regulatory Frameworks and Quality Standards for Stem Cells Therapy and Regenerative Medicines. In Stem Cell Production (pp. 69–111). Springer Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-16-7589-8_4 

  • Soufi, K. H., Castillo, J. A., Rogdriguez, F. Y., DeMesa, C. J., & Ebinu, J. O. (2023). Potential Role for Stem Cell Regenerative Therapy as a Treatment for Degenerative Disc Disease and Low Back Pain: A Systematic Review. International Journal of Molecular Sciences, 24(10), 8893. https://doi.org/10.3390/ijms24108893 

  • Wood, F. (2016). Advances in Isolation and Expansion of Human Cells for Clinical Applications. In Skin Tissue Engineering and Regenerative Medicine (pp. 299–315). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-801654-1.00015-2 

Recommendation For You

article

Peran Secretome dalam Pemulihan Peradangan Akibat Trichomoniasis

Umum14 Oct 2025

Trichomoniasis adalah salah satu infeksi menular seksual (IMS) yang cukup umum, disebabkan oleh parasit mikroskopis bernama Trichomonas vaginalis. Banyak penderitanya tidak mengalami gejala apa pun, tapi pada sebagian wanita, infeksi ini bisa menimbulkan keputihan berbau tidak sedap, rasa gatal, nyeri saat buang air kecil, atau ketidaknyamanan saat berhubungan intim.

article

Terapi Stem Cell untuk Mengatasi Masalah Libido Rendah

Penyakit Dalam14 Oct 2025

Libido rendah merupakan masalah kesehatan yang sering kali tidak dibicarakan, padahal berdampak signifikan terhadap kualitas hidup, kepercayaan diri, dan keharmonisan hubungan. Pada pria, penurunan libido sering dikaitkan dengan rendahnya kadar testosteron, stres kronis, hingga gangguan pembuluh darah. Sementara itu, pada perempuan, gangguan hormon, menopause dini, atau masalah psikologis seperti depresi juga bisa menjadi pemicu utama.

article

Terapi Stem Cell untuk Menurunkan Risiko Ablasio Plasenta

Umum14 Oct 2025

Ablasio plasenta adalah kondisi yang serius dalam kehamilan dimana plasenta, yang merupakan organ penting yang menyalurkan oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin, luruh sebagian atau seluruhnya dari dinding rahim sebelum waktunya. Kondisi ini dapat sangat berbahaya, karena bila suplai oksigen dan nutrisi pada janin terganggu, maka dapat terjadi perdarahan hebat pada ibu hingga risiko kematian pada janin.