MSC Allogeneic vs Autologous: Mana Lebih Cocok untuk Pasien?

Terapi mesenchymal stem cell (MSC) kini banyak dilirik sebagai salah satu terobosan paling menjanjikan di bidang kedokteran regeneratif. MSC adalah sel punca dewasa yang bisa ditemukan di berbagai jaringan, seperti sumsum tulang, jaringan lemak, hingga tali pusat. 

Kemampuannya untuk berubah menjadi berbagai jenis sel sekaligus mengatur sistem imun membuat MSC potensial digunakan pada beragam kondisi, yaitu mulai dari perbaikan jaringan rusak, mengurangi peradangan kronis, hingga terapi penyakit degeneratif.

Dalam aplikasinya, terdapat dua pendekatan utama:

  • Autologous MSC, yaitu sel diambil langsung dari tubuh pasien sendiri, kemudian diproses dan dikembalikan lagi setelah dikultur.
  • Allogeneic MSC, yaitu sel berasal dari donor sehat yang sudah melalui proses seleksi dan uji kelayakan ketat.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mana yang lebih cocok untuk pasien, autologous atau allogeneic? Jawabannya tidak bisa sesederhana itu. Karena keputusan ini sangat dipengaruhi oleh kondisi klinis pasien, tujuan terapi, serta ketersediaan sumber sel.

Perbandingan Parameter Utama: Mekanisme Kerja, Indikasi Klinis, Efektivitas, Keamanan, dan Biaya

1. Mekanisme Kerja

  • Autologous MSC:
    Menggunakan sel pasien sendiri sehingga risiko penolakan imun sangat rendah. MSC bekerja melalui mekanisme parakrin dengan melepaskan growth factors dan sitokin yang memperbaiki jaringan rusak serta menekan peradangan.
  • Allogeneic MSC:
    Berasal dari donor sehat, umumnya dari jaringan tali pusat atau sumsum tulang. Sel donor cenderung lebih muda dan lebih sehat, sehingga lebih aktif secara metabolik dan efektif dalam memproduksi faktor regeneratif.

2. Indikasi Klinis

  • Autologous:
    Cocok untuk pasien dengan sistem imun lemah atau penyakit autoimun, serta ketika diperlukan minim risiko penolakan. Banyak digunakan pada rekonstruksi jaringan dan kondisi kronis seperti osteoartritis atau kerusakan saraf.
  • Allogeneic:
    Lebih ideal untuk penyakit akut atau pasien dengan sel punca berkualitas rendah, seperti penderita diabetes, penyakit degeneratif lanjut, atau usia lanjut.

3. Efektivitas

  • Autologous:
    Efektivitas terapi menurun seiring usia dan komorbiditas pasien. Penelitian menunjukkan bahwa MSC dari pasien berusia lanjut memiliki kemampuan proliferasi dan diferensiasi lebih rendah dibandingkan MSC donor muda.
  • Allogeneic:
    Donor muda memberikan sel dengan potensi regeneratif lebih tinggi. Beberapa uji klinis menunjukkan perbaikan signifikan pada fungsi jaringan, misalnya pada osteoartritis dan cedera jantung.

4. Keamanan

  • Autologous:
    Hampir tidak ada risiko penolakan imun dan reaksi graft-versus-host karena sel berasal dari tubuh sendiri.
  • Allogeneic:
    Meskipun MSC memiliki imunogenisitas rendah, tetap ada potensi respon imun. Studi terbaru menunjukkan bahwa MSC donor dapat mengekspresikan HLA kelas II saat berdiferensiasi, sehingga risiko penolakan tetap ada pada sebagian pasien.

5. Biaya dan Ketersediaan

  • Autologous:
    Memerlukan waktu 2–4 minggu untuk kultur dan ekspansi sel. Prosedur ini relatif mahal karena proses personalisasi dan keterbatasan jumlah sel pada pasien lansia.
  • Allogeneic:
    Lebih praktis dan “off-the-shelf”, artinya dapat diberikan segera tanpa perlu menunggu kultur. Proses produksi massal juga membuatnya lebih efisien secara biaya dalam jangka panjang.

Baca artikel lainnya: Mekanisme Kerja Stem Cell dalam Regenerasi Sel Tubuh

Algoritma Pemilihan Sumber MSC

Pemilihan antara autologous atau allogeneic MSC umumnya bergantung pada usia, kondisi sel, kebutuhan terapi, hingga faktor praktis seperti biaya dan ketersediaan donor. Secara sederhana, algoritmanya bisa digambarkan seperti berikut:

  • Autologous MSC biasanya lebih ideal untuk pasien yang masih relatif muda (di bawah 50 tahun), karena sel punca mereka masih sehat dan aktif. Pendekatan ini juga cocok jika pasien bisa menunggu proses kultur, serta mengutamakan risiko imun yang sangat rendah. Namun, biaya awal cenderung lebih tinggi karena melibatkan proses pengambilan dan pengolahan sel secara personal.

  • Allogeneic MSC lebih disarankan untuk pasien usia lanjut (di atas 50 tahun), terutama jika kualitas sel punca mereka sudah menurun. Pilihan ini juga lebih tepat bila terapi harus dilakukan segera, tanpa menunggu kultur sel pasien. Meski memerlukan donor sehat yang kompatibel dan pemantauan risiko imun, secara produksi lebih efisien dan sering kali lebih ekonomis dalam jangka panjang.

Dengan memahami algoritma ini, pasien dan tenaga medis dapat memilih sumber MSC yang paling sesuai, bukan hanya berdasarkan kondisi medis, tetapi juga mempertimbangkan waktu, risiko, dan efisiensi biaya.

Risiko & Batasan

Baik autologous maupun allogeneic MSC memiliki tantangan masing-masing. Pada terapi autologous MSC, kualitas sel sangat dipengaruhi oleh usia dan kondisi kesehatan pasien. Misalnya, pada pasien usia lanjut atau dengan penyakit penyerta, sel punca yang diambil sering kali sudah berkurang vitalitasnya. Selain itu, proses kultur membutuhkan waktu, sehingga terapi ini kurang ideal untuk kondisi yang membutuhkan penanganan cepat.

Sementara itu, allogeneic MSC memungkinkan terapi dilakukan lebih cepat karena sel berasal dari donor sehat. Namun, risikonya tetap ada, terutama terkait kemungkinan penolakan imun, meski lebih rendah dibandingkan dengan transplantasi sel lain. Beberapa studi juga menekankan bahwa efek jangka panjang, termasuk potensi masalah imunologis atau bahkan risiko tumorigenesis, masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Dengan kata lain, baik autologous maupun allogeneic MSC belum sepenuhnya tanpa risiko. Pemilihan jenis terapi harus selalu mempertimbangkan kondisi pasien, urgensi klinis, serta kesiapan dalam memantau kemungkinan efek samping jangka panjang.

Baca artikel lainnya: Apakah Stem Cell Aman untuk Anak? Ini Penjelasannya

Hasil Penelitian dan Studi Klinis Terbaru

1. Mautner (2019)

Dalam penelitiannya yang berjudul “Allogeneic Versus Autologous Injectable Mesenchymal Stem Cells for Knee Osteoarthritis: Review and Current Status”, Mautner menyoroti perdebatan seputar penggunaan mesenchymal stem cell (MSC) autologous (berasal dari tubuh pasien sendiri) dan allogeneic (berasal dari donor) untuk terapi osteoartritis lutut. Ia menemukan bahwa keduanya sama-sama mampu memperbaiki nyeri dan fungsi sendi, sehingga hingga saat ini belum ada rekomendasi pasti mana yang lebih unggul.

Mautner menjelaskan, allogeneic MSC punya kelebihan karena lebih praktis, siap pakai (off-the-shelf), dan jumlah selnya cenderung lebih konsisten. Namun, masih ada kekhawatiran soal respons imun tubuh pasien dan daya tahan sel setelah disimpan dalam kondisi beku. 

Sebaliknya, autologous MSC lebih aman dari risiko penolakan karena berasal dari tubuh sendiri, tapi jumlah dan kualitas sel bisa menurun seiring bertambahnya usia atau adanya kondisi seperti obesitas.

Kesimpulannya, menurut Mautner, pilihan antara autologous dan allogeneic MSC sebaiknya disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien, seperti usia, berat badan, penyakit penyerta, serta preferensi pribadi. Hingga kini, penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk memastikan mana yang benar-benar lebih cocok bagi kelompok pasien tertentu.

2. Vassalli (2011)

Dalam penelitiannya yang berjudul “Cardiac repair with allogeneic mesenchymal stem cells after myocardial infarction”, Vassalli membandingkan penggunaan mesenchymal stem cell (MSC) allogeneic (dari donor) dan autologous (dari pasien sendiri) untuk perbaikan jantung pasca serangan jantung. 

Ia menemukan bahwa MSC allogeneic dari donor muda memiliki keunggulan karena lebih mudah diakses, kualitas selnya lebih baik, dan tidak perlu prosedur invasif untuk mengambil sumsum tulang pasien. Bahkan, hasil awal uji klinis menunjukkan adanya perbaikan fungsi jantung, pengurangan jaringan parut, serta penurunan risiko gagal jantung berat.

Sebaliknya, MSC autologous punya keterbatasan karena kualitas sel sering menurun seiring bertambahnya usia atau adanya penyakit lain. Selain itu, proses pengambilannya memerlukan tindakan medis yang cukup invasif. Namun, MSC autologous dianggap lebih aman dari risiko penolakan tubuh karena berasal dari pasien sendiri.

Vassalli juga mengingatkan bahwa MSC allogeneic masih memiliki potensi menimbulkan reaksi imun, sehingga manfaat jangka panjangnya perlu terus dipantau. Artinya, meski allogeneic tampak menjanjikan untuk mempercepat terapi, pilihan antara allogeneic dan autologous tetap harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien.

Baca artikel lainnya: Secretome: Harapan Baru untuk Penyakit Kronis

Tidak ada satu jawaban pasti tentang apakah MSC autologous atau MSC allogeneic lebih baik, karena semuanya sangat bergantung pada kondisi pasien. Profil pasien menjadi faktor utama seperti usia, kesehatan, hingga kualitas sel punca yang dimiliki. Misalnya, pada pasien muda dengan kondisi sel yang masih sehat, terapi autologous biasanya lebih aman karena menggunakan sel dari tubuh sendiri.

Namun, tujuan terapi juga berperan besar. Untuk kasus perbaikan jangka panjang atau penyakit kronis, autologous bisa lebih sesuai. Sebaliknya, pada pasien dengan usia lanjut, penyakit degeneratif, atau kondisi yang membutuhkan penanganan cepat, allogeneic MSC sering kali lebih praktis karena sel sudah tersedia dari donor sehat dan siap digunakan tanpa harus menunggu proses kultur.

Selain itu, ada faktor lain yang tak kalah penting, yaitu risiko imunologis, ketersediaan sel, serta biaya. Semua hal ini perlu dipertimbangkan bersama dokter sebelum menentukan pilihan terapi. Dengan begitu, pasien bisa mendapatkan pendekatan yang paling tepat sesuai kebutuhan dan kondisi tubuhnya. 

Dengan pendekatan berbasis riset dan evaluasi menyeluruh, Regenic membantu menentukan apakah MSC allogeneic atau autologous yang lebih sesuai, sehingga terapi yang diberikan benar-benar aman dan tepat sasaran.

Jika Anda masih memiliki pertanyaan seputar cara kerja Secretome maupun perkembangan Stem Cell Indonesia, silakan hubungi tim ahli kami di Regenic.

 

Referensi:

  • Badiavas, A. R., & Badiavas, E. V. (2011). Potential benefits of allogeneic bone marrow mesenchymal stem cells for wound healing. Expert Opinion on Biological Therapy, 11(11), 1447–1454. https://doi.org/10.1517/14712598.2011.606212 
  • Chang, S.-H., & Park, C. G. (2023). Comparing the Benefits and Drawbacks of Stem Cell Therapy Based on the Cell Origin or Manipulation Process: Addressing Immunogenicity. Immune Network, 23(6). https://doi.org/10.4110/in.2023.23.e44 
  • Chen, J., Huang, Q., Zhao, Y., Chen, W., Lin, S., & Shi, Q. (2021). The Latest Developments in Immunomodulation of Mesenchymal Stem Cells in the Treatment of Intrauterine Adhesions, Both Allogeneic and Autologous. Frontiers in Immunology, 12. https://doi.org/10.3389/fimmu.2021.785717 
  • Colbath, A. C., Dow, S. W., Hopkins, L. S., Phillips, J. N., McIlwraith, C. W., & Goodrich, L. R. (2020). Allogeneic vs. autologous intra‐articular mesenchymal stem cell injection within normal horses: Clinical and cytological comparisons suggest safety. Equine Veterinary Journal, 52(1), 144–151. https://doi.org/10.1111/evj.13136 
  • Dhingra, S., Huang, X.-P., & Li, R.-K. (2010). Challenges in Allogeneic Mesenchymal Stem Cell–Mediated Cardiac Repair. Trends in Cardiovascular Medicine, 20(8), 263–268. https://doi.org/10.1016/j.tcm.2011.12.002 
  • Mamidi, M. K., Dutta, S., Bhonde, R., Das, A. K., & Pal, R. (2014). Allogeneic and autologous mode of stem cell transplantation in regenerative medicine: Which way to go? Medical Hypotheses, 83(6), 787–791. https://doi.org/10.1016/j.mehy.2014.10.010 
  • Mautner, K., Carr, D., Whitley, J., & Bowers, R. (2019). Allogeneic Versus Autologous Injectable Mesenchymal Stem Cells for Knee Osteoarthritis: Review and Current Status. Techniques in Orthopaedics, 34(4), 244–256. https://doi.org/10.1097/BTO.0000000000000357 
  • Safwan, M., Bourgleh, M. S., Alshakaki, H., Molhem, A., & Haider, K. H. (2024). Morbid Cell Status and Donor Age Significantly Alter Mesenchymal Stem Cell Functionality and Reparability. In Handbook of Stem Cell Applications (pp. 1359–1387). Springer Nature Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-99-7119-0_62 
  • Vassalli, G., & Moccetti, T. (2011). Cardiac repair with allogeneic mesenchymal stem cells after myocardial infarction. Swiss Medical Weekly, 141(2122), w13209. https://doi.org/10.4414/smw.2011.13209

Recommendation For You

article

Peran Secretome dalam Pemulihan Peradangan Akibat Trichomoniasis

Umum14 Oct 2025

Trichomoniasis adalah salah satu infeksi menular seksual (IMS) yang cukup umum, disebabkan oleh parasit mikroskopis bernama Trichomonas vaginalis. Banyak penderitanya tidak mengalami gejala apa pun, tapi pada sebagian wanita, infeksi ini bisa menimbulkan keputihan berbau tidak sedap, rasa gatal, nyeri saat buang air kecil, atau ketidaknyamanan saat berhubungan intim.

article

Terapi Stem Cell untuk Mengatasi Masalah Libido Rendah

Penyakit Dalam14 Oct 2025

Libido rendah merupakan masalah kesehatan yang sering kali tidak dibicarakan, padahal berdampak signifikan terhadap kualitas hidup, kepercayaan diri, dan keharmonisan hubungan. Pada pria, penurunan libido sering dikaitkan dengan rendahnya kadar testosteron, stres kronis, hingga gangguan pembuluh darah. Sementara itu, pada perempuan, gangguan hormon, menopause dini, atau masalah psikologis seperti depresi juga bisa menjadi pemicu utama.

article

Terapi Stem Cell untuk Menurunkan Risiko Ablasio Plasenta

Umum14 Oct 2025

Ablasio plasenta adalah kondisi yang serius dalam kehamilan dimana plasenta, yang merupakan organ penting yang menyalurkan oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin, luruh sebagian atau seluruhnya dari dinding rahim sebelum waktunya. Kondisi ini dapat sangat berbahaya, karena bila suplai oksigen dan nutrisi pada janin terganggu, maka dapat terjadi perdarahan hebat pada ibu hingga risiko kematian pada janin.